SUARABINTARA.COM – Tulungagung , Kasepuhan Perdikan Majan merupakan salah satu aset budaya dan religi di Tulungagung yang patut untuk terus dilestarikan, dijaga dan dikembangkan. Sosok Mbah Hasan Mimbar sebagai tokoh sentral di wilayah Ngrowo (saat ini Tulungagung) telah banyak memberikan kontribusi dalam membangun sistem sosial, budaya dan agama di kabupaten yang terkenal dengan penghasil marmer ini. Sebagai salah pemegang Serat Kekancingan dari Kerajaan Mataram untuk bertugas mensyiarkan Islam di tanah Ngrowo, Mbah Hasan mimbar telah meletakkan berbagai pondasi yang kuat pada masyarakat. Sejarah mencatat bahwa Mbah Hasan Mimbar sukses menata masyarakat Ngrowo menjadi masyarakat yang berbudaya luhur dengan kuatnya nilai-nilai beragama yang accepted terhadap kearifan lokal bahkan bisa disebut sangat kontekstual.
Kontekstualisasi yang coba diletakkan Mbah Hasan Mimbar (dengan nama lengkap KHR. Hasan Mimbar) mengalami dinamika yang cukup baik mengingat kondisi dan karakter masyarakat Jawa secara khusus yang beragam. Sebagai upaya menyebarkan Islam di tanah Ngrowo, akhirnya sosok yang Harismatik namun juga bisa disebut budayawan ini telah berhasil menjadikan Tulungagung sebagai salah satu wilayah penting dalam penyebaran Islam (ala Walisongo). Dengan kuatnya budaya dan berbagai adat istiadat, akhirnya Islam bisa berkembang dan diterima secara baik oleh masyarakatnya. Islam yang dengan mudah bisa difahami, dijalankan bahkan diyakini karena Islam yang dibawanya bukanlah Islam eksklusif dan bahkan menjauh dari akar sosial budaya masyarakatnya.
Satu hasil peletakan nilai-nilai Islam di Ngrowo saat itu adalah lahirnya Pesantren Grenjol, yakni hasil rintisan dan ihtiar Mbah Hasan Mimbar. Menurut ahliwaris yang masih hidup saat ini, dijelaskan bahwa pesantren ini dinamakan Grenjol karena merupakan “usulan” masyarakat setempat pun juga karena aneka ragam latar belakang santri. Grenjol merupakan kosakata dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti bergelombang atau tidak rata/tidak sama. Ibarat naik kendaraan bermotor di jalan yang banyak batu atau jalannya tidak rata. Istilah ini menarik dijelaskan mengingat nama pesantren tidak jarang diambil dari istilah yang memiliki nuansa Bahasa Arab. Namun pesantren ini justru diambil dari realitas komposisi dan latar belakang santri yang berbeda-beda dan diambil kata Grenjol dalam Bahasa Arab. Bukti nyata betapa para pendahulu memiliki semangat nasionalisme yang kuat.
Setelah Perdikan Majan berganti generasi ke generasi, sampai pada tahun 90-an dan 2000 an, maka eksistensi pesantren tersebut mengalami kevakum-an. Hal ini logis karena selain jarak waktu yang sudah lama, pesantren tersebut belum bisa beradaptasi dengan perubahan zaman sekarang. Pada sisi lainnya lagi, status Sentono Dalem Perdikan Majan telah berubah tidak lagi sama seperti saat Mbah Hasan Mimbar. Dulunya perlakuan istimewa sebagai tanah perdikan disandang oleh Majan, namun sekarang sudah berubah tidak se-istimewa zaman dahulu. Namun demikian, peninggalan berharga masih banyak didapatkan di Majan. Makam Mbah Hasan Mimbar dan beberapa tokoh Kerajaan Mataram masih utuh. Ada juga pendopo kuno dan berbagai senjata, kitab dan dokumen penting lainnya masih tersimpan rapi.
Sebagai generasi penerus, dapat ditemukan beberapa nama yang masih hidup di antaranya KHR. Moh Yasin, KHR. Mahmudi, Dr. R Ali Sodik, R. Maulana Rosyid, R.Agus Khoirudin, R. Bagus Ginanjar, R. Khoirul Anam, R. Ibnu Aqil dan masih banyak lainnya. Nama-nama tersebut kemudian saat ini berupaya untuk meneruskan pesantren peninggalan Mbah Hasan Mimbar tersebut selain upaya melestarikan budaya, kearifan lokal dan peninggalan yang masih ada. Sebagai keturunan yang masih ada merasa memiliki tanggungjawab dan tugas yang harus diembannya. Maka di sinilah ihtiar untuk mengkontekstualisasikan Pondok Grenjol dengan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka lahirlah program Pesantren Kebangsaan dan Madin Merdeka Nusantara di bawah naungan Yayasan Al-Mimbar dengan nama pesantren diubah menjadi Pondok Pesantren Al-Mimbar.
Program Pesantren Kebangsaan dan Madin Merdeka Nusantara ini merupakan inovasi dan kreatifitas keturuan Mbah Hasan Mimbar dalam meneruskan perjuangan leluhurnya. Pondok Grenjol yang berkarakter moderat, toleran, namun progressif kala itu akhirnya diwujudkan dengan berbagai program unggulan pada saat ini. Program Pesantren Kebangsaan dan Madin Merdeka Nusantara ini lahir paling tidak karena sembilan alasan:
- Sebagai upaya meneruskan pesan para leluhur dan sesepuh Perdikan Majan
- Merespon kebutuhan masyarakat khususnya dunia pendidikan formal di sekolah tentang pendidikan agama dan karakter siswa
- Selama ini belum nampak dikembangkan program seperti pesantren dan madrasah diniyyah di sekolah formal dan terlebih negeri.
- Ditemukan banyak data bahwa di sekolah masih berkembang nilai-nilai atau ajaran Islam yang kaku, eksklusif, intoleran bahkan berafiliasi pada organisasi yang sudah dilarang oleh pemerintah seperti HTI dan lainnya
- Perlunya bekal ketrampilan tambahan dan soft-skill bagi siswa yang selama ini belum terwadahi
- Respon terhadap kebijakan Mas Menteri Nadim Makarim tentang Kurikulum Merdeka atau MBKM
- Pentingnya sinergi semua pihak seperti Dinas Pendidikan, Kemenag, TNI, Polri, Pemkab, Ulama/pesantren dalam pembangunan SDM
- Perlunya terobosan baru dalam sistem Pendidikan yang berbasis kemajuan teknologi mengingat karakter generasi milenial yang sangat dekat dengan media sosial dan teknologi.
- Meminimalisir pemahaman yang radikalis-esktrimis bahkan teroris dengan membekali siswa sejak dini tentang semangat kebangsaan.
Setalah melalui musyawarah yang serius dengan menghadirkan beberapa tokoh kunci seperti pihak keluarga majan, dinas, dan ahli maka program pesantren kebangsaan dan madin merdeka nusantara akhirnya resmi di-launching pada Hari Ahad Tanggal 2 April tahun 2023 di Serambi Masjid Al-Mimbar Majan dan di Pesantren Abdul Alim Ngantru. Alasan kenapa dua tempat adalah untuk membedakan jenjang siswa yang menjadi santri Pesantren Kebangsaan. Untuk santri yang di majan adalah mereka yang sudah jenjang SMA/SMK sementara yang di Abdul Alim adalah jenjang SMP/MTs. Program pesantren kebangsaan yang pertama ini diikuti oleh perwakilan dari masing-masing sekolah meliputi Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung.
Pesantren Kebangsaan dan Madin Merdeka Nusantara ini bisa dikatakan program pertama di Tulungagung dan Jawa Timur bahkan bisa jadi secara nasional. Pesantren ini dikemas dengan model pembelajaran yang ada kemiripan dengan pesantren pada umumnya, namun memiliki perbedaan dari sisi materi yang disajikan. Selain materi pengkajian kitab kuning atau al-kutub al-shafra, santri juga diberikan materi kebangsaan. Materi kebangsaan ini diberikan oleh Polres, Kodim 0807, Dinas Pendidikan, Kemenag, BPBD, Kesbangpol, BNN, Dinas Kesehatan, dan Dinas UMKM. Tentunya masih jarang (untuk tidak mengatakan belum ada) santri pesantren Ramadhan mendapat materi dari sekian banyak narasumber berbeda dalam satu program.
Sebagaimana penjelasan Ketua Yayasan Al-Mimbar, Raden Ali Sodik menyatakan bahwa santri hari ini merupakan generasi milenial yang sudah memiliki dunianya sendiri. Generasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya, sehingga Pendidikan agama seperti pesantren musti ikut menyesuaikan diri dalam proses pembelajarannya agar santri nantinya bisa menjawab tantangan dunianya. Selain itu, untuk wilayah Tulungagung, saat ini banyak sekali kejadian seperti kriminalitas, narkoba, bulliying, maupun tindak pidana lainnya yang dilakukan oleh para pemuda sehingga mereka harus merasakan khidupan di jeruji penjara Polres Tulungagung. Tentu hal ini merupakan keprihatinan Bersama sehingga dibutuhkan upaya dari sinergi banyak pihak seperti para narasumber dari berbagai pihak yang memberikan materi pada pesantren kebangsaan ini. Demikian penjelasan dari ketua Yayasan saat pembukaan dan launching program ini.
Santri harus dibekali banyak pemahaman, ilmu, pengalaman selain kuatnya pondasi beragama. Bekal-bekal inilah yang nantinya bisa mewujud menjadi sebuah karakter dan jatidiri mereka, baik yang berkaitan dengan personal, sosial, beragama dan bernegara. Pada kondisi yang lain, santri ini musti dikuatkan pemahamannya yang toleran dan moderat di negeri ini. Hal ini menjadi kebutuhan penting agar mereka nantinya bisa terus mengembangkan dan juga menjaga keutuhan NKRI demi masa depan yang lebih maju. Secara psikologi, anak usia sekolah ini masih sangat labil sehingga membutuhkan asupan gizi yang cukup. Yang dimaksudkan dengan asupan gizi tersebut yakni nilai-nilai agama yang tasamuh (toleran), tawasuth (moderat), tawazun (seimbang) dan I’tidal (lurus).
Sebagai tindak lanjut program pesantren kebangsaan, sudah disiapkan program Madin Merdeka Nusantara. Madin ini memiliki keunggulan yakni memadukan antara proses pembelajaran daring dan luring. Sebagai wujud implementasi kurikulum merdeka nantinya pembelajaran agama sebagai materi tambahan yang tidak merubah kurikulum sekolah yang sudah berjalan. Sebagai gambaran awal, nantinya santri bisa bertemu langsung atau luring dengan ustadz/kiai nya dengan materi keagamaan beberapa kali dan selebihnya via daring. Adanya mix antar online dan offline tentu bisa menjadi jawaban dari kebutuhan proses pembelajaran selama ini mengingat jumlah siswa di sekolah yang sangat banyak. Namun tidak mengurangi pentingnya muwajjahah (bertemu langsung) degan guru/ustadz tetap ada porsinya sendiri. Adapun pengajarnya diambilkan dari para ahli dari berbagai bidang keilmuan yang berbeda.
Jika program ini nantinya berhasil, maka bisa diharapkan bahwa generasi ke depan bisa lebih siap dengan tantangan zamannya pun pula lebih siap untuk meneruskan perjuangan para pemimpin dan pehlawan bangsa dalam menjaga NKRI. Jangan sampai mereka lebih tergiur dengan iming-iming bidadari dan mati syahid karena melakukan bom bunuh diri. Tentunya semua pihak yang cinta dengan NKRI tidak rela manakala negeri yang indah dan kaya ini sama nasibnya seperti negara-negara Timur Tengah yang dilanda peperangan. Dari berbagai alasan dan kondisi tersebut, maka menjadi penting hari ini untuk terus mengikuti cara dakwah Wali Songo paling tidak meneruskan pesan Serat Lokajaya yang berbunyi: “Anglaras ilineng banyu angeli ananging ora keli, uningo gandaning nabi”. Semoga ihtiar mulia ini diridhai oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa.