Pemdes Pucunglor Ngantru Gelar Ritual Sedekah Bumi di Kali Brantas Tulungagung, Tradisi Unik menghargai leluhur.

Kepala Desa Imam Sopingi mengatakan karena sambutan ratusan warga sangat baik, kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan lebih besar dan rutin di tahun-tahun yang akan datang.

Wakil Bupati Tulungagung bersama Kepala Desa Pucunglor dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Rumah Budaya Pandita sesaat sebelum secara simbolis melepaskan hewan di Kali Brantas Tulungagung, Tradisi Unik menghargai leluhur.
Wakil Bupati Tulungagung bersama Kepala Desa Pucunglor dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Rumah Budaya Pandita sesaat sebelum secara simbolis melepaskan hewan di Kali Brantas Tulungagung, Tradisi Unik menghargai leluhur.
banner 120x600
banner 468x60

SUARABINTARA.COM, Tulungagung – Pemerintah Desa Pucunglor bersama Yayasan Rumah Budaya Pandita, Lembaga ATS Balacang Cengkir Gading dan Dewan Kebudayaan Nasional (BKN) Tulungagung menggelar Metri Bantaran Kali Brantas (Sedekah Bumi Bantaran Kali Brantas) Dan Ruwat Sukma Ngumbara, pada Minggu Siang (22/5/2022).

Dengan mengambil Tema “Pemajuan Desa Mempertahankan Keberagaman Budaya” dihadiri Bapak Wakil Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo SE, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung Bambang Ermawan, ratusan orang dari berbagai komunitas masyarakat penganut kepercayaan, perwakilan lintas umat beragama, perwakilan mahasiswa Tulungagung, siswa siswi SMA Katolik Santo Thomas Aquino, lembaga Permata Gayatri Tulungagung dan kalangan pemerhati Budaya.

banner 325x300

Ritual yang berjalan dengan khidmah itu merupakan tradisi untuk menghargai leluhur di area bantaran Kali Brantas Desa Pucunglor.

Warga pun terlihat antusias mengikuti kegiatan yang perdana kali digelar di Desa Pucung Lor ini dilakukan

Kepala Desa Pucung Lor, Imam Sopingi dalam keterangannya mengatakan, meski pertama digelar kegiatan yang juga dihadiri Wakil Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo ini disambut antusias dan banyak dukungan dari masyarakat.

“Iya benar, ini masih pertama dan sederhana, namun ternyata masyarakat sangat antusias memberikan dukungannya,” kata Kepala Desa Imam Sopingi.

Sedekah bumi diawali dengan kirab buceng, ubo rampe sebagai simbol sedekah ke sungai Brantas, dimulai dari Kantor Desa Pucung Lor ratusan peserta yang terdiri dari tokoh adat dan perangkat desa serta masyarakat itu berjalan kaki menuju ke bantaran sungai.

“Wujud syukur selama ini kita diberikan rezeki yang melimpah oleh Allah SWT melalui hasil bumi di sekitar sungai, selain itu hasil dari sungai juga dapat dirasakan manfaatnya bagi kita semua,” ujarnya.

Atas rezeki yang berlimpah dan memberikan sumber kehidupan ini, Kepala Desa Pucung Lor itu mengajak masyarakat dengan sadar diri dan ikhlas memberikan sedekah bumi berupa makanan, sayur, tanaman, buah dan lainnya.

“Tumpeng yang berisi buah, sayur dan makanan sebagai simbol hasil yang kita dapatkan itu kemudian kita kembalikan ke bumi kita ini,” ujarnya.

Selain itu, berbagai hewan seperti burung, itik, ayam dan lainnya juga dilepaskan ke alam liar oleh para pemangku adat dan tokoh masyarakat di lokasi acara.

“Ini sebagai bentuk rasa syukur, semoga kita diberikan berkah bumi, kesehatan dan hasil yang terus melimpah bagi kita dan generasi mendatang,” jelasnya.

Karena sambutan masyarakat Pucunglor sangat baik, kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan lebih besar dan rutin di tahun-tahun yang akan datang.

“Intinya juga kita berusaha melestarikan budaya, Larung sembonyo kali brantas ini adalah adat yang sudah ada turun temurun dan ke depan akan kita laksanakan lebih besar dan semarak lagi,” tambahnya.

Dilokasi yang sama, Ketua Dewan Pembina Yayasan Rumah Budaya Pandita (Pirukunan Abdi Budaya Tulungagung) Agus Utomo S.Kep Ners mengatakan, pelarungan ke sungai dan Ruwat Sukmo Ngumbara dilakukan sebagai perwujudan mengembalikan kehidupan dan peradaban, dimana peradaban lahir di sekitar sungai.

“Jadi Ruwat Sukma Ngumbara adalah mendoakan dan memberikan petunjuk jalan kepada roh manusia yang meninggal di kali brantas, yang meninggal tidak wajar, yaitu salah pati (orang yang mati belum waktunya), olah pati (orang yang bunuh diri), karena kejadiannya ini (salah pati / olah pati) menjadikan sungai brantas mengalami sukerta,” tuturnya.

Dengan ritual upacara ini diharapkan para roh ngumbara tersebut kembali ke sangkan paraning dumadi. Selain itu diharapkan aliran sungai brantas bebas dari sukma ngumbara, yang mana sukma ngumbara tersebut bisa mengganggu pada kehidupan manusia.

Antusiasme masyarakat yang ingin melihat prosesi Metri Sedekah Bumi Brantas dan Ruwat Sukmo Ngumboro yaitu Tradisi menghargai leluhur.

Kali Brantas adalah simbol peradaban dan kejayaan masa lalu untuk membangkitkan peradaban tradisi leluhur di Desa Pucung Lor Ngantru Tulungagung.

Terakhir, Agus Utomo juga berharap kegiatan sedekah bumi ini bakal dijadikan agenda rutin tahunan dan Desa Pucung Lor ini segera terbentuk Lembaga Adat Desa atau disingkat LAD sesuai UU pemajuan kebudayaan.

Kegiatan ini bakal dijadikan salah satu daya tarik wisata budaya dan edukasi pada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi sebagai wujud syukur dan menjaga kelestarian alam sungai.

banner 325x300